Pengusaha Diaspora Suriah Bertekad Bangun Ekonomi Domestik



Di tengah ketegangan politik dan sosial yang terus melanda Suriah, diaspora pengusaha Suriah justru menunjukkan kekuatan ekonomi yang signifikan di luar negeri, khususnya di Turki. Ribuan perusahaan milik warga Suriah telah tumbuh pesat di negeri perantauan itu, berkontribusi miliaran dolar ke perekonomian setempat. Fenomena ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar dampaknya jika kekuatan itu diarahkan ke dalam negeri mereka sendiri.

Sejak konflik pecah lebih dari satu dekade lalu, Turki menjadi salah satu tujuan utama bagi warga Suriah yang mengungsi. Tak hanya sebagai tempat berlindung, negara tersebut juga menjadi ladang baru bagi ribuan pelaku usaha Suriah untuk kembali membangun bisnis dan usaha produksi. Berdasarkan data pemerintah Turki hingga 2021, terdapat sekitar 20.000 perusahaan kecil dan menengah milik warga Suriah yang beroperasi di sana.

Investasi yang digelontorkan oleh komunitas pengusaha Suriah di Turki mencapai lebih dari 10 miliar dolar AS. Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan ini turut menyerap sekitar 500.000 tenaga kerja, termasuk warga Turki, dan mengekspor produk mereka ke lebih dari 50 negara. Angka tersebut tentu menjadi kekuatan ekonomi yang tidak bisa diabaikan.

Dua organisasi besar yang mewadahi para pengusaha Suriah di Turki adalah Syrian International Business Association (SIBA TURK) dan Syrian Businessmen Association (SURIAD). Keduanya hadir untuk memperkuat jejaring bisnis diaspora Suriah dan melindungi kepentingan anggotanya di negeri orang. Meski begitu, menurut para pelaku usaha sendiri, kekuatan kolektif ini belum sepenuhnya optimal.

Ketua SIBA TURK, Mahmoud Othman, menyebut bahwa meski berada dalam situasi sulit, para pengusaha Suriah tetap mampu membuktikan diri dalam rantai produksi dan ekspor internasional. Produk-produk buatan perusahaan Suriah di Turki bahkan telah menembus pasar Eropa, Asia, hingga Amerika Serikat, kendati mereka masih menghadapi kesulitan akses pendanaan dari perbankan Turki.

Namun, salah satu tantangan terbesar diaspora pengusaha Suriah adalah lemahnya budaya kerja kolektif dan semangat berorganisasi di antara mereka. Banyak pelaku usaha yang memilih bergerak sendiri, lebih mementingkan keuntungan pribadi ketimbang membangun kekuatan bersama. Kondisi ini menghambat terbentuknya lobi ekonomi yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan bersama.

Padahal, jika berkaca pada model asosiasi bisnis independen di Turki seperti MUSIAD, kekuatan ekonomi bisa menjadi alat pengaruh penting dalam kebijakan publik. MUSIAD yang dulunya bermula dari kelompok kecil kini memiliki lebih dari 13.000 anggota dan diakui sebagai kekuatan ekonomi berpengaruh di dalam maupun luar Turki.

Selain itu, Othman mengungkapkan bahwa asosiasi-asosiasi pengusaha Suriah sejatinya masih dalam tahap awal. Jumlah anggotanya pun belum mencapai angka ratusan, apalagi ribuan. Meski begitu, dia optimistis dengan situasi yang semakin menantang, banyak pelaku usaha mulai menyadari pentingnya bersatu demi menghadapi situasi yang tidak menentu.

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada satu pun asosiasi pengusaha Suriah di luar negeri yang mampu menjadi lobi ekonomi kuat. Hubungan dengan otoritas Turki memang dijaga baik, khususnya dengan Direktorat Imigrasi dan Kementerian terkait, namun kekuatan kolektif untuk menekan kebijakan atau melakukan advokasi masih jauh dari harapan.

Lebih jauh, Othman menyebut banyak pelaku usaha yang bergabung ke asosiasi bukan karena visi bersama, melainkan sekadar mengikuti arus. Mentalitas individualis masih mendominasi di kalangan pengusaha diaspora Suriah, yang hanya mengandalkan jaringan pribadi alih-alih kekuatan organisasi.

Padahal, bila kekuatan diaspora ini digabungkan dan dialihkan ke Suriah, dampaknya diperkirakan bisa sangat signifikan. Investasi senilai miliaran dolar AS dan pengalaman manajerial mereka di Turki dapat menjadi tulang punggung dalam upaya membangun kembali perekonomian Suriah yang hancur akibat perang.

Sejumlah pengusaha diaspora juga mulai mempertimbangkan untuk kembali berinvestasi di kampung halaman mereka. Meski terkendala stabilitas keamanan dan politik, ketertarikan itu semakin kuat seiring kondisi di negara-negara pengungsian yang tak selalu ramah bagi pengusaha Suriah.

Isu tenaga kerja pun menjadi sorotan. Dengan kembalinya ribuan pabrik kosong di Suriah pasca-perang, investasi diaspora bisa menyerap jutaan pekerja lokal dan menghidupkan kembali sektor manufaktur, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi negara itu sebelum konflik meletus.

Banyak analis menilai bahwa dengan potensi modal dan pengalaman diaspora, Suriah bisa mempercepat pemulihan ekonominya tanpa terlalu bergantung pada bantuan asing. Namun, syaratnya adalah pengusaha-pengusaha ini harus bersatu dan difasilitasi oleh pemerintah untuk memastikan keamanan investasi mereka.

Othman pun menegaskan bahwa diaspora pengusaha Suriah bisa menjadi kekuatan penyeimbang politik dan sosial jika mereka memiliki visi bersama. Jika kekuatan ekonomi ini diarahkan ke dalam negeri, Suriah berpeluang bangkit lebih cepat daripada skenario yang selama ini dibayangkan.

Selain sebagai investor, diaspora ini juga bisa menjadi jembatan dagang dan diplomasi ekonomi antara Suriah dan pasar internasional. Mereka yang telah memiliki jaringan kuat di Turki, Eropa, hingga Asia dapat membantu membuka kembali akses ekspor-impor Suriah yang selama ini diblokade.

Dalam situasi global yang terus berubah, diaspora Suriah sebenarnya punya peluang emas untuk berperan strategis. Momentum ini bisa menjadi awal bagi rekonsiliasi dan rekonstruksi ekonomi Suriah dengan kekuatan modal anak bangsanya sendiri.

Tanpa keterlibatan aktif diaspora bisnis, upaya pemulihan Suriah diprediksi akan berjalan lambat. Karena itu, peran mereka dinilai krusial dalam membangun kembali fondasi ekonomi nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada kekuatan asing.

Dengan kekuatan yang sudah terbukti di luar negeri, kini tinggal bagaimana para pengusaha diaspora Suriah bersatu dalam visi yang sama untuk tanah airnya. Jika itu bisa diwujudkan, Suriah berpeluang bangkit sebagai salah satu kekuatan ekonomi regional baru di kawasan.

Post a Comment

Previous Post Next Post