Di berbagai belahan Afrika Barat, terutama di kawasan Senegal, Mauritania, Mali, dan Nigeria, nama Bharama Inyass begitu akrab di telinga para pengikut tarekat sufi. Sosok ini dikenal sebagai seorang ulama karismatik yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai tasawuf, tetapi juga aktif dalam gerakan sosial dan dakwah lintas batas. Meski namanya jarang terdengar di dunia Islam Asia Tenggara, pengaruhnya begitu kuat di kalangan Jamaah Tijaniyyah, salah satu tarekat terbesar di Afrika.
Bharama Inyass adalah sebutan yang diambil dari gelar lokal “Bharama” yang berarti ulama besar atau guru spiritual, dan “Inyass” berasal dari nama keluarga keturunan Syekh Ibrahim Inyass, tokoh sufi besar asal Senegal. Syekh Ibrahim Inyass sendiri dikenal sebagai seorang wali Allah yang karismatik dan menjadi figur sentral dalam perkembangan Tijaniyyah di abad ke-20. Putra-putra dan keturunannya banyak yang mewarisi posisi penting dalam jaringan tarekat tersebut, dan Bharama Inyass adalah salah satunya.
Meski literatur modern tidak banyak mengupas detail pribadi Bharama Inyass, berbagai riwayat lisan dan catatan jamaah menunjukkan bahwa ia adalah figur yang dikenal santun, rendah hati, dan memiliki pemahaman mendalam terhadap ilmu syariat dan hakikat. Dalam setiap ceramahnya, Bharama Inyass selalu menekankan pentingnya cinta kepada Rasulullah SAW, adab terhadap sesama muslim, serta menjaga hati dari sifat sombong dan dengki.
Yang membuat Bharama Inyass begitu digemari oleh jamaahnya adalah kemampuannya berbicara dengan bahasa sederhana namun menyentuh nurani. Para jamaah mengaku merasa tenang dan damai saat mendengar zikir atau nasihat darinya. Tidak sedikit yang percaya bahwa keberkahannya mampu menyembuhkan berbagai penyakit batin dan fisik, meski Bharama sendiri dikenal enggan dipuja berlebihan dan selalu mengingatkan bahwa semua kekuatan berasal dari Allah semata.
Di berbagai kota di Senegal dan Nigeria, majelis-majelis zikir yang dipimpinnya seringkali dihadiri ribuan orang. Bahkan, banyak jamaah yang datang dari negara-negara tetangga hanya untuk sekadar bersalaman atau mencium tangan sang ulama. Kehadirannya dianggap membawa keberkahan bagi sebuah kota, dan majelis yang dihadirinya selalu dipenuhi lantunan salawat dan zikir yang menggema sepanjang malam.
Salah satu sebab mengapa Bharama Inyass begitu dicintai jamaahnya adalah karena ia dikenal tidak membeda-bedakan orang berdasarkan status sosial. Baik rakyat biasa, pejabat, pedagang, hingga pengemis diperlakukan dengan hormat dalam majelisnya. Ia sering kali menolak hadiah atau pemberian dari kalangan elit, lebih memilih untuk meminta mereka menyalurkan bantuan kepada fakir miskin di sekitarnya.
Bharama Inyass juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Ia sering turun langsung membantu korban bencana, menggalang dana untuk membangun masjid dan madrasah, hingga memberikan santunan kepada anak yatim. Aktivitas sosial ini membuat namanya semakin harum di mata masyarakat, karena dianggap tidak hanya pandai berdakwah, tetapi juga mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Dalam soal politik, Bharama Inyass terkenal bijaksana. Meski pernah diminta menjadi penasihat beberapa kepala negara di Afrika Barat, ia lebih memilih menjaga jarak dan fokus pada urusan dakwah serta pendidikan umat. Sikapnya yang independen ini membuatnya dihormati oleh berbagai pihak, termasuk oleh penguasa sekalipun. Ia sering menjadi penengah dalam konflik antar suku atau kelompok agama di daerah-daerah rawan.
Banyak pengamat sosial di Afrika Barat menyebut Bharama Inyass sebagai simbol perdamaian. Dalam beberapa peristiwa kerusuhan sektarian, kehadirannya berhasil meredakan ketegangan. Jamaahnya yang militan pun selalu diingatkan untuk menjaga ketertiban dan tidak mudah terpancing provokasi. Pesannya sederhana namun dalam: bahwa umat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi semesta, bukan sumber kegaduhan.
Di bidang pendidikan agama, Bharama Inyass dikenal gigih membangun madrasah dan pesantren di daerah-daerah pelosok. Ia percaya bahwa kemajuan umat tidak akan tercapai tanpa pendidikan. Oleh karena itu, selain mengajarkan ilmu agama, ia juga mendorong para santri belajar ilmu umum, teknologi, dan keterampilan hidup agar bisa mandiri secara ekonomi.
Dalam soal amalan tarekat, Bharama Inyass selalu menekankan pentingnya keseimbangan antara syariat dan hakikat. Ia mengajarkan agar zikir dan wirid tidak sekadar rutinitas lisan, melainkan harus tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Jamaahnya dikenal disiplin dalam shalat berjamaah, berpuasa sunnah, dan aktif dalam kegiatan sosial.
Popularitas Bharama Inyass tak hanya di Afrika Barat. Di beberapa komunitas diaspora Afrika di Eropa dan Amerika, namanya kerap disebut-sebut dalam majelis zikir. Beberapa kali ia diundang untuk menghadiri pertemuan jamaah Tijaniyyah di Paris, London, dan New York. Kehadirannya di luar negeri disambut meriah oleh komunitas muslim Afrika di sana.
Bagi sebagian jamaahnya, Bharama Inyass bukan sekadar guru spiritual, melainkan juga ayah, penasihat, dan sahabat. Banyak yang merasa bahwa nasihatnya mampu menyentuh sisi terdalam hati mereka. Ia tak segan memeluk jamaah yang datang dalam kondisi terpuruk, lalu membacakan doa khusus untuk mereka.
Ada juga kisah-kisah karamah yang beredar di kalangan pengikutnya. Mulai dari cerita tentang doa yang mustajab hingga penglihatan mimpi bertemu Rasulullah setelah mengikuti majelisnya. Meski Bharama Inyass sendiri tidak pernah mengklaim hal tersebut, jamaahnya meyakini keberkahan itu sebagai buah dari ketulusan hatinya.
Tak sedikit yang mencoba meniru gaya dakwah Bharama Inyass, tetapi pengamat tarekat sufi menyebut bahwa kekuatan dakwahnya bukan semata retorika, melainkan keteladanan pribadi. Ia hidup sederhana, berpakaian bersahaja, dan selalu hadir dalam kegiatan masyarakat tanpa protokol yang berlebihan.
Hingga kini, majelis-majelis Bharama Inyass masih menjadi salah satu pusat zikir terbesar di Afrika Barat. Di bulan-bulan tertentu, ribuan jamaah memadati lapangan atau masjid untuk mendengarkan ceramahnya. Masyarakat setempat bahkan menyebut perayaan maulid dan haul-nya sebagai “hari raya kedua” karena diikuti begitu banyak orang.
Bharama Inyass adalah sosok yang berhasil menyatukan berbagai kalangan melalui pendekatan spiritual yang lembut. Ia membuktikan bahwa dakwah tak harus dengan kekerasan, melainkan cukup dengan keteladanan dan kasih sayang. Di tengah dunia yang penuh konflik, keberadaan tokoh-tokoh semacam ini menjadi oase yang menyejukkan.
Banyak yang berharap kehadiran Bharama Inyass bisa lebih dikenal di dunia Islam Asia, termasuk Indonesia. Sosoknya yang santun, bersahaja, dan konsisten dalam membina umat menjadi inspirasi bagi para pendakwah muda. Seiring makin berkembangnya jaringan Tijaniyyah, nama Bharama Inyass mungkin suatu saat akan menjadi bagian penting dalam sejarah tasawuf global.
Warisan keilmuan dan keteladanan Bharama Inyass dipastikan akan terus hidup di hati jamaahnya. Meski tidak banyak tercatat dalam buku-buku sejarah Islam resmi, kisah hidupnya tersebar luas dalam ingatan kolektif masyarakat Afrika Barat. Namanya menjadi simbol bahwa ulama yang tulus selalu dicintai umat, dan dakwah yang baik akan terus bertahan melampaui zaman.
Tags
sejarah