Deputi Komisioner Tinggi UNHCR, Kelly T. Clements, mengungkapkan bahwa sekitar 850 ribu warga Suriah telah kembali dari luar negeri dalam sepuluh bulan terakhir. Selain itu, 1,7 juta lainnya pulang dari pengungsian internal di dalam negeri. Pernyataan tersebut disampaikan dalam wawancara dengan kantor berita Suriah, SANA, pada Senin malam, 1 September.
Clements menekankan bahwa kebutuhan utama para pengungsi yang pulang adalah tempat tinggal yang aman, layanan kesehatan, pendidikan, serta dokumen hukum untuk menunjang kepulangan mereka. Banyak di antara mereka yang kehilangan surat-surat penting selama masa konflik, sehingga kesulitan mengakses hak dasar.
Namun, ketersediaan dana menjadi kendala besar. Menurut Clements, pendanaan internasional baru mencakup 22 persen dari total permohonan UNHCR untuk tahun 2025. Hal ini membuat badan PBB tersebut tidak bisa menyediakan dukungan tunai maupun layanan dasar bagi keluarga rentan secara maksimal tanpa bantuan tambahan dari komunitas global.
Meski begitu, langkah operasional sudah diluncurkan bersama pemerintah Suriah untuk memperkuat komunitas tempat para pengungsi kembali. Program tersebut meliputi perbaikan rumah dan bantuan tunai yang disalurkan melalui lebih dari 69 pusat komunitas di seluruh Suriah.
Clements mengingatkan bahwa keberlanjutan inisiatif ini sangat bergantung pada dukungan pendanaan internasional serta kesinambungan kerja sama dengan otoritas Suriah. Tanpa itu, upaya pemulangan bisa kehilangan momentum.
Selama kunjungannya ke Suriah, Clements juga meresmikan kantor catatan sipil di Maarat al-Numan, Idlib selatan. Kehadiran kantor tersebut dianggap krusial untuk mengeluarkan dokumen legal yang menjadi dasar pemulihan kehidupan warga, termasuk hak atas rumah dan properti.
Selain itu, UNHCR bersama mitra kemanusiaan turut merehabilitasi sejumlah fasilitas kesehatan. Beberapa klinik layanan primer telah diperbaiki untuk meningkatkan akses kesehatan bagi pengungsi yang kembali maupun warga setempat.
Laporan terbaru UNHCR yang dirilis 29 Agustus 2025 mencatat bahwa total 843.994 pengungsi kembali dari negara tetangga sejak 8 Desember 2024. Jika digabungkan, jumlah pemulangan dari luar negeri sejak awal tahun lalu mencapai lebih dari 1,2 juta orang.
Sementara itu, sebanyak 1,7 juta pengungsi internal juga sudah kembali ke rumah mereka. Angka ini mencerminkan skala besar arus pemulangan yang terus berlangsung meski kondisi Suriah belum sepenuhnya stabil.
Di Turki, UNHCR mencatat ada 318.566 warga Suriah pulang melalui tujuh pos perbatasan sejak Desember 2024 hingga akhir Agustus 2025. Faktor pendorongnya antara lain perubahan politik, perbaikan keamanan, reunifikasi keluarga, serta tekanan ekonomi.
Lebanon juga menjadi salah satu jalur penting. Lebih dari 98 ribu orang terdaftar kembali di kawasan Akkar, Bekaa, dan Baalbek sejak akhir 2024. Banyak di antaranya tinggal di tempat penampungan kolektif sementara.
Di Yordania, sekitar 141 ribu pengungsi telah kembali ke Suriah sejak Desember 2024. Data UNHCR menunjukkan bahwa hampir separuh dari mereka adalah perempuan, sementara anak-anak mencapai 43 persen. Sejak Januari 2025, lebih dari 8.200 orang difasilitasi kepulangannya dengan transportasi resmi.
Iraq juga mencatat pemulangan lebih dari 5.500 pengungsi melalui perbatasan Fishkhabour. Sebagian besar menuju Aleppo, al-Hasakah, dan Damaskus, dengan alasan utama berupa keringanan denda izin tinggal dan meningkatnya keamanan.
Sementara itu, di Mesir, sekitar 22.705 orang memilih menutup berkas pencari suaka mereka sejak Desember 2024. Mayoritas berasal dari Damaskus, Homs, dan Aleppo, mencerminkan dorongan kuat untuk kembali ke kampung halaman.
Meski angka pemulangan cukup besar, UNHCR menegaskan bahwa kembalinya seluruh pengungsi sekaligus bukanlah solusi yang realistis. Komisioner Tinggi UNHCR, Filippo Grandi, menekankan pentingnya proses bertahap dan terencana dengan baik.
Menurut Grandi, kepulangan harus bersifat sukarela dan didukung upaya stabilisasi di dalam negeri. Ia menyebut kerja sama dengan pemerintah Suriah sebagai bagian penting dalam memastikan kepulangan yang berkelanjutan.
Pandangan tersebut sejalan dengan strategi internasional yang menempatkan pemulihan kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur sebagai fondasi utama. Tanpa itu, pemulangan massal justru bisa menimbulkan masalah baru.
Bagi UNHCR, tantangan terbesar tetap pada aspek pendanaan. Dengan kebutuhan yang sangat besar, dukungan internasional diharapkan tidak hanya datang dari negara donor tradisional, tetapi juga dari kawasan regional.
Gelombang pemulangan yang terus terjadi menjadi sinyal adanya harapan baru bagi Suriah. Namun, perjalanan menuju stabilitas penuh masih panjang dan memerlukan komitmen kolektif dunia internasional.
Dalam situasi ini, Suriah berada pada titik penting: antara kembali bangkit atau terjebak dalam siklus krisis berkepanjangan. Bagi para pengungsi yang pulang, rumah bukan sekadar tempat tinggal, melainkan simbol harapan untuk memulai hidup baru.
Tags
internasional